Trending di media sosial adalah hal yang sangat menguntungkan, apalagi jika sifatnya personal. Tidak melibatkan banyak pihak lainnya, hanya individu saja. Pundi-pundi ketenaran bisa diraup dengan secepat kilat. Tapi pertanyaannya adalah untuk menjadi trending apakah harus mempunyai sesuatu yang valuable? Jika meninjau dengan secara teoritis maka jawabannya adalah ya. Karena sesuatu yang mempunyai nilai, entah itu kemenarikan atau yang lainnya cenderung dapat menyita perhatian publik. Persoalannya terletak pada nilai dari valuable itu sendiri, seperti seberapa besar kah efek kemanfaatannya dari sesuatu yang memicu viral terjadi. Nyatanya untuk menjadi trending dan viral tak selamanya harus mempunya nilai yang valuable dan beredukasi. Hanya dengan berjoget-joget saja pun bisa langsung viral, tentunya dengan selera publik yang menentukan. Cakupan usia ataupun pengguna rata-rata media sosial didominasi oleh usia sekitaran remaja misalnya, maka cenderung yang bisa menjadi viral dan trending pun dari kalangan tersebut. Apa keuntungan dan manfaat dari viral tersebut? Popularitas tentunya, dari sana bisa dijadikan aset untuk meraih kesuksesan-kesuksesan lainnya.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyTQN7Ofv09tiSZrk-VEe9lLpMTf60SNGQdzODxW8j6JT-sg3YpFwkiXD9ALchvK7Ey1vM0aRhzAxzGJzQ82SK1pUjuGKkKgPQRo9lXbAv6Sy69Udt4l3qUAgixzKBnE3qZ76VxZC8bOtY/s320/WhatsApp+Image+2021-05-20+at+12.21.01.jpeg) |
Komparasi Transisi |
Apa itu popularitas, suatu hal yang menjadi primer di zaman sekarang bagi sebagian orang. Apapun akan dilakukan untuk meraih ketenaran. Nilai moral adalah nomor ke sekian setelah ketenaran, banyak orang yang berlomba-lomba untuk sampai ke titik itu. Media sosial adalah media untuk menjadi ajang pamer. Pamer kesedihan, pamer kebahagiaan, pamer pencapaian, dan apapun itu jika ingin dipamerkan maka pamerkanlah. Seakan privasi menjadi konsumsi umum, dan itu tak apa selama masih tidak dipermasalahkan oleh si empunya. Perubahan attitude sosial berubah seiring berkembangnya globalisasi, dimana manusia tidak mungkin stagnan, pasti berubah pasti berevolusi. Hal-hal seperti itu yang mengakibatkan timbulnya statement "Semakin sini kelakuan orang semakin aneh saja, dunia memang sudah rusak". Sebenarnya bukan rusak, namun berubah sesuai dengan keadaan zaman, keadaan sosial yang dari waktu ke waktu akan berubah-ubah. Perihal rusak ataupun tidaknya itu tergantung dari kacamata si pengucap, dan bagaimana kondisi sosialnya ketika dia berada di usia yang katanya "Kelakuan orang semakin aneh saja".
Menyamaratakan SDM dari zaman ke zaman yang berbeda adalah tak adil menurutku, karena belum tentu apa yang dicapai oleh orang-orang terdahulu bisa dicapai di zaman sekarang. Meskipun katanya zaman sekarang ini segala apapun sudah dipermudah dengan adanya kemajuan teknologi dan informasi, tapi bagaimana dengan golongan orang yang gaptek dan tidak melek teknologi? Sebagian besar adalah orangtua-orangtua yang sudah merasakan hidup di zaman yang sebelum seperti sekarang dan kebanyakan pula masih keukeuh dengan tidak mengikuti perkembangan zaman. Adaptasi dan membiasakan diri adalah filterisasi untuk tetap menjaga kewarasan diri. Dengan tidak membandingkan generasi ke generasi adalah suatu tindakan yang terpuji untuk bisa mengapresiasi. Masalah setara atau tidaknya tak perlu di hakimi, yang terpenting ada eksekusi untuk bisa mencapai proses yang diingini. Semua perubahan adalah kebaikan, meskipun ada yang buruk itupun bagian dari kebaikan yang sepenuhnya belum baik.
Komentar
Posting Komentar