Langsung ke konten utama

Unggulan

Serendipity

    Sesuatu yang terjadi itu tak harus direncanakan dan terencana. Terkadang sesuatu terjadi tanpa sesuai dengan apa yang diharapkan. Bahkan tak terbesit sebelumnya kenapa semuanya bisa terjadi. Jauh dari ekspektasi, jauh dari angan-angan yang sebelumnya tak pernah dibayangkan. Semua berjalan dengan alurnya sendiri dan tak bisa dirubah sedikitpun. Makna dibalik apa yang terjadi hanya diri sendirilah yang bisa menyimpulkan. Dari sekian deretan peristiwa yang sudah dilalui terkadang yang berkesan adalah yang tak diharapkan sebelumnya. Setiap skenario terjadi tanpa adanya latihan koreo terlebih dahulu. Berjalan begitu saja tanpa ada reka drama. Hal yang membuat sering kali lupa adalah sesuatu yang tak menarik dan ditinggalkan begitu saja tanpa adanya peninggalan kesan terlebih dahulu. Lantas bagaimana caranya memaknai sesuatu yang terjadi begitu saja diluar kendali, bersyukur adalah kata yang sering diucapkan ketika merasa bahwa semuanya baik-baik saja maupun tidak baik-baik saja...

Ignored

    Tentang pengharapan mungkin sejatinya adalah suatu hal yang wajar, selalu saja tentang kekecewaan pada akhirnya. Meskipun semuanya tak selalu tentang kekecewaan dan penyesalan, terkadang presentase kebahagiaan hanya seberapa. Sebagian besar kebahagiaan adalah kekecewaan, anehnya sifat bahagia itu hanya sesaat. Mungkin sebentar lebih jelasnya. Berbeda dengan kekecewaan, kesedihan, penyesalan dan kawan-kawannya, selalu saja terasa lebih lama daripada kebahagiaan. Sumber dari pengharapan itu bermula dari kebahagiaan yang berharap. Pantas saja akhirnya selalu tak sebahagia harapan ataupun kekecewaan, dan penyesalan karena telah berharap kebahagiaan. Semua bisa saja tergantung bagaimana kita memposisikan diri terhadap apa itu pengharapan, yang pada akhirnya kita bisa dengan sendirinya menetralisir rasa dari kekecewaan. Lebih banyak kecewa apakah bisa dikatakan sudah berpengalaman dalam menghadapi kekecewaan? Atau sudah memiliki jam terbang yang luas dalam menghadapi kekecewaan? Harusnya seperti itu, but everything's gonna be ignore. Setiap rasa dari kekecewaan adalah berbeda-beda.

Ignored


    Penyesalan tetap penyesalan tak akan bisa berubah menjadi keajaiban, biarkan saja berjalan. Bukankah hidup memang harusnya seperti itu? Yang jangan terlalu lurus untuk bisa mengetahui mana yang benar dan tidak secara empiris. Melakukan kesalahan adalah keharusan, jangan selalu berusaha baik dan menjadi benar. Cape hirup teh rebahan wae ge komo deui gawe. Bukan bukan, maksudnya semakin kita berusaha untuk benar maka semakin sadar apa yang kita lakukan adalah ketidakpuasan. Apa garis finish dari sebuah kepuasan? Seperti halnya pelari, sebenarnya dia tak pernah merasakan garis finish yang sesungguhnya. Karena masih ada kompetisi atau keinginan berlari lagi setelahnya yang sudah menjadi keharusan. Kepuasan sama hal nya dengan keinginan, tak pernah berujung selalu ada pemantik untuk terus melakukannya secara berulang. Yang pusing membaca tulisan ini pun sedang merasa tidak puas terhadap ekspektasinya kepada penulis. Dan itu nggapapa, yang berarti mama. Intinya merasa puas itu adalah kemustahilan, jika kepuasan ada batasannya dan dibatasi maka dunia ini akan stagnan tak akan ada yang namanya evolusi dan perkembangan.

    Segala ketidakpuasan tak selalu berujung kekecewaan, tapi ingat setelah kekecewaan pasti ada perubahan dan perkembangan. Jangan coba untuk menyepelekan ketidakpuasan, meskipun terkadang terkesan memberi makan ego diri sendiri. Namun dalam proses itu terdapat mengakui diri sendiri dalam sisi yang berbeda, ketidakpuasan bisa menjadi senjata acuan. Maka benar pepatah mengatakan "Jangan terlalu cepat puas" karena itu menggambarkan untuk harus tetap berkembang dan berubah dari ketidakpuasan menuju ketidakpuasan lainnya. Perang dunia 2 adalah awalnya ketidakpuasan Adolf Hitler terhadap politik pada saat itu, dari ketidakpuasan itu muncul orang-orang  yang oposisi, kritis, dan berontak terhadap ketidakpuasan Hitler. Mulailah ada perkembangan strategis politik bagaimana cara agar membungkamnya. Hingga pada ujungnya Hitler dan sang kekasih Eva Braun mengakhiri hidupnya di Führerbunker dengan cara yang tragis-romantis. Hitler menembakkan pistol ke kepalanya dan Eva Braun menenggak sianida. Itu semua karena ketidakpuasan pihak oposisi yang membuat mereka mengakhiri hidup. Jangan abaikan ketidakpuasan yang bisa mengakibatkan perubahan.

Komentar

Postingan Populer